Astrajingga Asmasubrata
Di Hadapan Secangkir Kopi
Aku menyerahkan kiyep-kiyep mata ngantuk
Pada sebuah kedai tepi jalan. Udara anyep
Tengah malam mengendap di secangkir kopi
Yang kupesan. Di sini, rantau yang beringas
Kusiasati seperti mengunyah bakwan panas
Dan lewat etalase yang buram itu tatapanku
Bergambar bayang seorang Ibu mengeloni
Anaknya dalam timangan rotan. Aku melebur
Kerinduan lewat seruput demi seruput kopi
Hingga ia angslup ke lubuk doa sanubariku
Ibu, hari esok yang dicari belum kudapatkan
Cuma jejak demi jejaknya mengarahkan kakiku
Terus berjalan. Dari Marunda ke Pamulang
Nasib seperti pendulum raksasa melontarku
Ke utara lalu ke selatan sebelum pecah berderai
Di hadapan secangkir kopi beratus angin duduk
Kureguk sampai tandas. Aku menyaput geletar
Yang menjalar di gigir malam sebab pencarian
Mesti dilanjutkan, mungkin ke barat atau mungkin
Ke timur. Antara Kedoya dan Klender kubawa Ibu
Menuju itu